Faktur Pajak Elektronik di Tahun 2013
Sumber: Media Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak akan menggunakan elektronik faktur pada 2013 untuk memaksimalkan penerimaan pajak, kata Kasubdit Peraturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Industri, Irawan. “Pada 2013 Ditjen Pajak akan menggunakan elektronik faktur PPN untuk mencegah faktur pajak fiktif,” kata Irawan dalam diskusi pajak di Jakarta, Selasa (7/8).
Menurut dia sebanyak 450 ribu Pengusaha Kena Pajak (PKP) menerbitkan faktur pajak fiktif dari total jumlah PKP terdaftar sebesar 775 ribu. “Diperkirakan PKP penerbit faktur pajak fiktif sebesar 5,11 triliun,” ujar Irawan.
Pada Juni lalu, lanjutnya, Ditjen Pajak mencatat sebanyak 186 ribu PKP yang teregistrasi dan 114 ribu PKP yang tercabut dari total 768 ribu. Menurut Irawan, Direktorat Jenderal Pajak terus memperbaiki registrasi Pengusaha Kena Pajak agar Pajak Pertambahan Nilai bisa dimaksimalkan.
Registrasi PKP, kata Irawan, sejak Februari-Agustus 2012 Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai untuk mencabut PKP yang sebenarnya tidak aktif lagi.
“Seharusnya penjual yang memungut PPN menyetor ke Negara melalui SPT, tapi fakta di lapangan banyak pedagang yang menahan 10 persen dari PPN dengan cara memutar uang tersebut,” jelas Irawan.
Sementara itu, kata dia, agar target 6 persen tercapai pada 2014 kita ambil benchmark atau patokan dari luar negeri seperti Thailand sebesar 5 persen dan Korsel sebanyak 8 persen,” kata Irawan. (Ant/OL-2)
Informasi Pendukung e-Invoice (= Faktur Pajak Elektronik)
eInvoicing is a solution for invoicing electronically, which suits both large and small companies. An eInvoice is a modern, reliable, secure, cost-efficient and practically paperless method of handling and processing invoices for goods, services and other expenses. Both companies and private consumers can receive invoices in electronic format. Electronic invoicing is a significant step towards the wider use and knowledge of electronic business. The infrastructure on which the co-operation between e-invoicing service providers is based utilises the accumulated expertise in this field.
In B2B (business-to-business) e-invoicing, the invoice information is conveyed from the invoice issuer’s invoicing system directly to the recipient’s financial administration IT system. Private consumers can receive eInvoices through their personal e-banking accounts. An eInvoice is graphically presented on the computer screen so that its appearance is similar to that of an invoice printed on paper. This facilitates invoice archiving, distribution and approval procedures. The banks and e-invoicing service providers have agreed upon basic procedures that enable eInvoices to be sent and received reliably in a common trunk network. This means that the invoicing traffic between the invoice issuer and invoice recipient is conveyed in a uniform manner even if the parties use the services of different e-invoicing service providers. The e-invoicing service providers and the banks take care of the set-up, maintenance, monitoring and backups for the network connections. They also handle any format conversions needed for eInvoices, allowing customers to select the method of sending and receiving eInvoices that suits them best. Each service provider sets up the customer connections needed for sending and receiving eInvoices according to their normal procedures, either independently or in co-operation with financial administration software providers or ASP operators. Legislation imposes no hindrances on electronic invoicing. As a transmitter of electronic invoices, the eInvoicing service provider corresponds to the Post Office so eInvoicing data enjoys the same privacy and protection as conventional mail.
Makalah e-Invoice
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Di era globalisasi ini, pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam melayani masyarakat secara efisien, efektif, mudah, murah, transparan dan akuntabel. Pemerintah kerapkali mengalami masalah dalam memberikan pelayanan yang berbelit-belit, mahal, dan sulit. Masyarakat pun seringkali disulitkan karena harus pergi ke kantor pemerintahan terlebih dahulu untuk memperoleh pelayanan, mengantri panjang yang membuang-buang waktu, dan membayar mahal karena sering terjadi tindak korupsi yang dilakukan oleh aparat. Tidak hanya masyarakat, kalangan bisnis pun direpotkan dalam mengurus segala macam perizinan dan pembayaran atas usahanya kepada pihak pemerintah. Padahal sudah tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan demi kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, di era yang serba modern ini, pemerintah menggunakan segala sumber daya termasuk teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini yang sedang digalakkan adalah penerapan e-Government.
E-government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.
Definisi tersebut merupakan definisi yang berasal dari Bank Dunia. Definisi yang sangat umum ini pada dasarnya merujuk penggunaan teknologi komunikasi informasi pada lembaga pemerintah atau lembaga publik. Tujuannya adalah agar hubungan-hubungan tata-pemerintahan (governance) antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat tercipta sedemikian rupa sehingga lebih efisien, efektif, dan produktif. Oleh karena itu, dalam penerapan e-government terdapat tiga jenis, yaitu Government to Government (G2G), Government to Bussines (G2B), Government to Citizen (G2C). Dan pada saat ini, penggunaan teknologi internet adalah yang paling marak digunakan oleh negara-negara di dunia untuk memberikan pelayanan dan berinteraksi dengan konstituennya, masyarakat, kalangan bisnis, dan mitra pemerintah lainnya. Salah satu negara yang terbukti memiliki komitmen tinggi terhadap penerapan e-government untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kalangan bisnis adalah Denmark.
Denmark telah menggunakan sistem komunikasi informasi selama beberapa abad dan termasuk sebagai negara pertama yang memberikan layanan publik secara online. Penggunaan sistem informasi komunikasi oleh Denmark dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi dalam administrasi publik. Sistem komunikasi informasi kemudian dikembangkan menjadi e-government. E-Government di Denmark dimulai pada tahun 2001. Dan pada tahun 2003, Komisi Eropa menetapkan e-government yang dilakukan oleh Denmark memperoleh peringkat pertama dalam kemampuan untuk melakukan pelayanan publik secara online. Pada 2004, menurut Uni Eropa, pelayanan publik online yang dilakukan oleh Denmark telah mampu mencakup pelayanan terhadap masyarakat dan pihak swasta/kalangan bisnis secara interaktif. Kemudian Denmark secara konsisten mempertahankan peringkatnya sebagai salah satu aplikasi e-government yang paling baik.
Denmark merupakan Negara yang memiliki HDI (Human Development Index) yang tinggi dan termasuk peringkat teratas di dunia dengan GDP per kapita yang tinggi sehingga kesejahteraan masyarakatnya pun tinggi. Hal ini kemudian menyebabkan masyarakatnya memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap penggunaan internet. Ini terbukti dari pengguna akses internet oleh rumah tangga yang memiliki persentase sebesar 83% pada 2009 dan pengguna akses internet oleh perusahaan yang mencapai persentase 98% dari 5.534.700 jiwa[1]. Alasan tersebut mendasari pemerintah memanfaatkan sistem komunikasi informasi di Denmark secara maksimal dan efektif. Pemerintah Denmark pun mengembangkan e-government dengan maksimal hingga ke level pemerintah lokal dalam memberikan pelayanan kepada para konstituennya, yaitu masyarakat, kalangan bisnis dan mitra pemerintah lainnya. Kebijakan mengenai implementasi e-government dan visi serta strategi dari e-government juga telah didefinisikan secara jelas sehingga mudah diimplementasikan dalam setiap bidang pemerintahan dan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Strategi e-government di Denmark telah diperkenalkan sejak tahun 2002 yang kemudian di revisi pada tahun 2004 dan direvisi kembali pada tahun 2007. Sedangkan untuk strategi pada 2007 adalah “Towards Better Digital Service, Increased Efficiency and Stronger Collaboration”.
Proyek e-government di Denmark dirintis oleh Kementerian Keuangan Denmark yang berusaha untuk memberikan inovasi-inovasi dalam e-government yang dibantu oleh Kementerian Sains dan Teknologi dalam hal pengembangannya. Inovasi-inovasi tersebut antara lain adalah NemLog-In, NemID, eInvoice. Dari inovasi-inovasi yang telah diciptakan oleh pemerintah Denmark, yang paling menarik adalah eInvoice. Hal ini disebabkan karena eInvoice yang banyak diterapkan di negara-negara di dunia hanyalah eInvoice antar institusi swasta dan belum mampu mencakup hubungan antara institusi publik dengan institusi swasta. Sedangkan eInvoicing yang diterapkan di Denmark adalah electronic Einvoice pertama yang mencakup hubungan antara institusi publik dengan institusi swasta yang terkait dengan proyek-proyek pemerintah. eInvoice yang diterapkan oleh pemerintah Denmark ialah konversi tagihan-tagihan biasa atau faktur tradisional ke dalam bentuk digital dan langsung terhubung kepada sistem akuntasi pemerintah. Aplikasi tersebut tentunya membuat pelayanan pemerintah kepada kalangan bisnis menjadi lebih mudah, efisien dan efektif. Melalui eInvoice, kalangan bisnis akan dengan mudah melakukan transaksi dan pembayaran dan menghemat pengeluaran.
eInvoice mulai berlaku di Denmark sejak 1 Februari 2005. Aplikasi ini menggunakan jaringan VANS sehingga institusi swasta dapat dengan mudah mengaksesnya. Aplikasi ini diharapkan dapat membangun kerjasama antara institusi publik dan swasta dengan lebih baik, cepat, mudah, efisien dan efektif. Hal ini terbukti dari biaya yang dapat dihemat dari penggunaan eInvoice ini sebesar 120-150 juta Poundsterling pada tahap pertama. Maka dari itu, penerapan eInvoice merupakan hal yang menarik untuk dibahas mengingat keberhasilannya dalam memberikan pelayanan secara efisien, efektif, mudah dan cepat.