UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

TANGGAL NEWSLETTER:

3 November 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
  2. Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan.

 

SUMBER INFORMASI:

  1. Salinan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
  2. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak.

 

RUJUKAN: 

  1. Salinan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
  2. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak.

 

RINGKASAN ISI:

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terdapat beberapa hal yang menjadi acuan dalam Membangun Sistem Perpajakan yang Adil, Sehat, Efektif dan Akuntabel.

Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:

  • Keadilan
  • Kesederhanaan
  • Efisiensi
  • Kepastian Hukum
  • Kemanfaatan
  • Kepentingan Sosial

 

Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:

  • Meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian
  • Mengoptimalkan penerimaan negara
  • Mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum
  • Melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak
  • Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak

 

Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:

  • Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku tahun pajak 2022
  • Ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berlaku mulai 1 April 2022
  • Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu 29 Oktober 2021
  • Program Pengungkapan Sukarela berlaku 1 Januari s.d. 30 Juni 2022
  • Ketentuan Pajak Karbon berlaku mulai 1 April 2022
  • Ketentuan Undang-Undang Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu 29 Oktober 2021

 

1. PAJAK PENGHASILAN

a. Tarif PPh Orang Pribadi

Adapun perubahan Tarif Pajak dan Lapisan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi:

Lapisan Tarif Undang-Undang PPh Undang-Undang HPP
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
I Rp 0 – Rp 50 juta 5% Rp 0 – Rp 60 juta 5%
II >Rp 50 – 250 juta 15% >Rp 60 – 250 juta 15%
III >Rp 250 – 500 juta 25% >Rp 250 – 500 juta 25%
IV >Rp 500 juta 30% >Rp 500 juta – 5 miliar 30%
V >Rp 5 miliar 35%

 

  • Perhitungan pajak penghasilan orang pribadi diterapkan atas penghasilan yang jumlahnya melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  • Dalam Undang-Undang HPP, besaran PTKP tidak berubah yaitu bagi orang pribadi lajang sebesar Rp4.500.000,- perbulan atau Rp54.000.000,- pertahun. Tambahan sebesar Rp4.500.000,- diberikan untuk Wajib Pajak yang kawin dan masih ditambah Rp4.500.000,- juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.

 

 

Berikut adalah ilustrasi Penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Penghasilan/ Bulan 5 juta 9 juta 10 juta 15 juta
Penghasilan/ Tahun 60 juta 108 juta 120 juta 180 juta
PTKP (TK/0) 54 juta 54 juta 54 juta 54 juta
PKP 6 juta 54 juta 66 juta 126 juta
Perhitungan PPh Terutang UU PPh UU HPP UU PPh UU HPP UU PPh UU HPP UU PPh UU HPP
5%*6 juta = 300 ribu 5%*6 juta = 300 ribu 5%*50 juta = 2,5 juta 5%*54 juta = 2,7 juta 5%*50 juta = 2,5 juta 5%*60 juta = 3 juta 5%*50 juta = 2,5 juta 5%*60 juta = 3 juta
15%*4 juta = 600 ribu 15%*16 juta = 2,4 juta 15%*6 juta = 900 ribu 15%*76 juta = 11,4 juta 15%*66 juta = 9,9 juta
Total PPh Terutang 300 ribu 300 ribu 3,1 juta 2,7 juta 4,9 juta 3,9 juta 13,9 juta 12,9 juta

 

b. Pengenaan Pajak Atas natura

Pemberian natura kepada pegawai dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai. Berikut jenis natura yang dikecualikan dari objek pajak:

  • Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai
  • Natura di daerah tertentu
  • Natura karena keharusan pekerjaaan, contoh: alat keselamatan kerja atau seragam
  • Natura yang bersumber dari APBN/APBD
  • Natura dengan jenis dan Batasan tertentu.

 

c. Batas peredaran bruto tidak dikenai pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi

  • Bagi orang pribadi yang memiliki penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat dikenai pajak bersifat final.
  • Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,- dalam satu (1) tahun pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan.

 

d. Tarif PPh Badan

Tarif PPh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 22% mulai berlaku pada tahun pajak 2022.

 

  1. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Tarif PPN serta kemudahan & kesederhanaan PPN

UU PPN UU HPP
Tarif Berlaku Tarif Berlaku
10% s.d. Maret 2022 11% Mulai 1 April 2022
12% Paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025

 

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

  • Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  • Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
  • Ekspor Jasa Kena Pajak.

 

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

  1. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

a. Penggunaan NIK sebagai NPWP Orang Pribadi

  • Integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan bertujuan mempermudah  Wajib Pajak Orang Pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional.
  • Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan setiap orang pribadi membayar pajak. Pembayaran pajak dilakukan apabila Penghasilan setahun di atas batasan PTKP atau Peredaran bruto di atas Rp500.000.000,- /tahun bagi pengusaha yang membayar PPh Final.
  • Penerapan Penggunaan NIK sebagai NPWP Orang Pribadi masih menunggu penegasan peraturan dari Pemerintah.

 

b. Besaran Sanksi pada saat pemeriksaan dan sanksi dalam upaya hukum

Untuk keadilan dan kepastian hukum, dilakukan penurunan sanksi pada saat pemeriksaan dan sanksi dalam upaya hukum. Hal ini juga sejalan dengan semangat pengaturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

  • Sanksi pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT/membuat pembukuan
Uraian UU KUP UU HPP
PPh Kurang dibayar 50% bunga per bulan sebesar suku bunga acuan + uplift factor 20% (paling lama 24 bulan)
PPh Kurang dipotong 100% bunga per bulan sebesar suku bunga acuan + uplift factor 20% (paling lama 24 bulan)
PPh dipotong tetapi tidak disetor 100% 75%
PPN & PPnBM kurang dibayar 100% 75%

 

  • Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP.
Uraian UU KUP UU HPP
Keberatan 50% 30%
Banding 100% 60%
Peninjauan Kembali 100% 60%

c. Kuasa Wajib Pajak

Untuk keadilan dan kepastian hukum, kuasa Wajib Pajak dapat dilakukan oleh siapapun, sepanjang memenuhi persyaratan kompetensi menguasai bidang perpajakan. Pengecualian syarat diberikan jika kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri atau keluarga sedarah/semenda dua (2) derajat.

 

  1. PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

a. Sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.

b. Program ini berupa pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:

  • Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
  • pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

b. Program dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022)

c. Terdiri dari dua (2) kebijakan:

 For_N_162

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *